Hujan turun tak kunjung berhenti, seakan langitpun
ikut berduka. ketika ibu yang teramat aku cintai meninggalkanku karena
penyakitnya, beribu – ribu penyesalan yang terus menghantui karena aku tak bisa
menjaga dan merawatnya seperti Ibu merawatku ketika masih kecil. penyesalan
hanyalah tinggal penyeselan tak bisa merubah seperti semula. Aku harus kembali
kebalik jeruji besi yang hanya beralasan dengan kain tipis sisa kenangan yang
di berikan oleh Ibu kepadaku sewaktu kost di Jakarta.
Aku kuliah di Universitas terkenal di Jakarta, kota
Jakarta yang terkenal dengan kota metropolitan yang amat keras kehidupannya.
Ketika aku berpamitan kepada Ibu untuk menuntut ilmu di Jakarta, beliau hanya
berpesan “belajar yang rajin dan buatlah Ibu bangga dengan kesuksesanmu”. Dan
pada saat itulah untuk terakhir kalinya aku melihatnya. Akupun berangkat dari
Sukabumi menuju Jakarta hanya dibekali secukupnya saja, karena aku berasal
dari keluarga yang bisa dikatakan kurang mampu, aku mengambil kuliah di Jakarta
mendapatkan beasiswa sehingga biaya untuk hidup dan pembayaran untuk kuliah
sudah dibayar oleh pemerintah.
Ketikaku sampai di kota metropolitan akupun mencari
senior SMA yang sudah terlebih dahulu kuliah di universitas terkenal di Jakarta
yang memiliki pengalaman mencari kostan yang murah, setelah mencari kostan
akhirnya aku mendapatkan kostan yang murah dan untuk berangkat ke kampus hanya
dengan berjalan kaki saja. Setelah selesai membereskan kostan akupun menyiapkan
peralatan yang harus digunakan untuk ospek nanti karena aku mahasiswa baru
disini. Keesokan harinya, aku berangkat kekampus untuk mengikuti ospek,
waktupun terus berjalan dan ketika waktu istirahat aku duduk di kantin, tiba –
tiba ada seorang perempuan dan laki - laki yang mendekatiku dan mengajakku
berbicara.
Agnes
: “ aku boleh duduk di sini ?”
Robi
: “boleh kok duduk saja”.
Agnes
: “mahasiswa baru jurusan apa ?”
Robi
: “aku mahasiwa jurusan teknik sipil, Mahasiswa baru juga ? jurusan apa ?”
Agnes
: “gua agnes jurusan bahasa inggris dan ini temen gua agung dia sama jurusannya”
Robi
: “oh berarti kita beda fakultas dong”
Agnes
: “yoi, boleh minta no hp lo gak ?”
Robi
: “buat apa ? boleh saja kok, nih”.
Agnes
: “oke,thanks broo, buat tambah – tambah teman saja”.
Setelah lama mengobrol dan makan siang tak terasa
waktupun begitu cepat dan ospekpun berlanjut. aku
bertujuan setelah ospek langsung pulang kekostan karena merasa badanku butuh
istirahat, ketikaku keluar kampus, dibelakangku ada yang memanggil dan ternyata
agnes dan agung, mereka mengajakku pergi ketempat nokrong didaerah tidak jauh
dari kampus dan aku mengiyakan dan pergi dengan mereka.
Setelah sampai ditempat nokrong, aku lumayan
terkejut karena tempat tersebut sekitar 10 orang pemuda sedang berkumpul dan
mengobrol sambil merokok, dan agnes memperkenalkanku kepada mereka. Aku hanya
mengikuti mereka duduk dan sekedar berbicara karena menurutku tempat ini begitu
asing dan tidak lama aku di tawari untuk merokok oleh agnes, pada awalnya aku
menolak tetapi agnes memaksaku untuk merokok dan akupun mencobanya.
Pada awalnya aku merasakan sesak dan batuk – batuk
namun agnes terus memaksaku dan mengajariku cara merokok yang nikmat dan pada
akhirnya akupun ketagihan pada rokok ini dan aku hampir habis satu bungkus
dalam satu malam, dan jam menunjukkan pada pukul 00:00 WIB akupun berpamitan
untuk pulang kekostan, penyesalanpun tiba “aku pergi jauh dari sukabumi ke
Jakarta untuk mencari ilmu bukan untuk bermain – main seperti ini” namun
penyesalan ini tak membuat aku jera dan berhenti untuk merokok malah lebih
parah lagi.
Keesokan harinya kuliahpun dimulai dan tak terasa
kuliah sudah berjalan 2 minggu, ketika malam minggu aku merasa bosan dan tak
lama handphoneku berdering, ternyata agnes menelponku.
Agnes
: “robi gimana kabar loe sekarang ? sombong banget gak pernah maen ke tempat
nokrong lagi”.
Robi
: “kabarku baik nes, haha sorry aku sibuk sudah mulai banyak tugas nih”.
Agnes
: “gue sama temen – temen mau jalan – jalan nih, lo ikut ya, gue tunggu di
depan gang kostan lo. Gak pake lama ya”.
Robi
: “tapi nes ?”
Agnes
: “udah gak usah pake tapi – tapian cepetan.
Akhirnya aku pergi kedepan gang kostannya, agnes dan
teman - temannya sudah menunggu. kitapun pergi ke tempat clabing di daerah
Jakarta, aku merasa asing sekali ketika datang ketempat ini, agnes mengajakku
untuk menari dan menyuruhku untuk minum – minuman beralkhohol tinggi dan kita
mabuk, sehingga pada adzan subuh aku baru pulang kekostan.
Ketika sampai dikostan aku bukan bertaubat tapi malah merokok, pada saat itu
bukan seperti aku yang ku kenal, aku sangat membenci diriku. Aku tak mengingat
Ibuku yang berjuang mencari seperak dua perak recehan untuk biaya hidupku
disini, karena beasiswa untuk biaya hidup tidak mencukupi sepenuhnya.
Keesokan harinya sebelum berangkat ke kampus Ibu
kostanku menegur dan menagih uang kostan kepadaku karena aku sudah menunggak
dua bulan dan uang beasiswapun tidak kunjung turun, Ibupun menelpon tidak bisa
mengirim uang bulan ini karena kondisi Ibu sedang kurang baik, ketika aku
mendengar kabar tersebut aku ingin pulang dan merawatnya tetapi aku tak
mempunyai uang untuk biaya ongkos kesana, akupun mencoba menghubungi seniorku
yang membantu mencari kostan untuk membantuku meminjamkan uang dan membantuku
mencari pekerjaan, tetapi ia tak bisa membantuku. Satu – satunya jalan aku
harus menghubungi agnes, ketikaku sampai di kampus, kebetulan aku bertemu
dengan agnes dan aku menjelaskan keadaanku sekarang dan agnes bersedia
memberikanku pekerjaan tetapi aku curiga dengan agnes karena ia menyuruhku
untuk menjual obat yang tidak aku ketahui ke orang yang ada di tempat clabing
dan keuntungannya sangatlah besar sehingga aku mengiyakan tawaran agnes dan tidak
menanyakan obat apa yang aku jual karena aku begitu tergiur dan bersemangat
dengan tawaran agnes.
Ketika malam aku pergi ketempat clabing dan menjual
obat tersebut dan pada saat itu pula tiba - tiba polisi datang dan menangkapku,
aku benar – benar kaget dan mencoba menjelaskan kepada
polisi tetapi polisi hanya berbicara “nanti saja jelaskan di kantor polisi”
Ketika sampai di kantor polisi aku diwawancara oleh
polisi, mungkin karena aku masih polos,
ya aku jawab seadanya dan aku terbukti sedang menjual barang haram yang disebut
narkoba, akupun di penjara dan jatuhi hukuman 10 tahun penjara. Tidak ada yang
mengetahui keberadaanku saat ini hanya senior SMA, beliau juga slalu memberikan
kabar tentang Ibu di kampung dan menjelaskan ke Ibu bahwa aku baik – baik saja.
Namun tiba – tiba seniorku menjengukku di penjara
dan memberikan kabar buruk bahwa Ibuku sedang koma di rumah sakit, aku mencoba
meminta kepada polisi agar aku bisa menjenguk dan melihat ibuku untuk yang
terakhir kalinya, dan pihak polisi memberikan ijin kepadaku dengan catatan
menggunakan mobil polisi dan diantarkan oleh pihak kepolisian. Ketika aku
sampai di rumah sakit di Sukabumi aku langsung masuk keruang ICU dengan
menggunakan baju tahanan dan seketika aku menangis dan memeluk Ibu yang dengan
keadaan kaku, lubang hidung yang dimasukkan selang dan kabel – kabel yang
melilit di tubuhnya. Aku tersontak kaget melihat Ibu satu – satunya orang tua
yang aku sayangi harus terbujur kaku di Rumah sakit, saudara – saudaraku
melihatku seperti tidak menganggapku seperti saudara mereka bahkan seperti
menganggapku orang yang tidak mereka kenal, aku hanya terus menangis, memohon
ampun kepada Ibu dan mencium telapak kakinya, ketika ku melihat kedua matanya
mengeluarkan air mata kemudian tidak lama ibupun meninggalkanku untuk
selamanya. Aku sangat menyesal dengan perbuatanku ini, aku tidak bisa memegang
amanahmu Ibu. Setelah selesai memakamkan Ibu aku kembali ke Jakarta unutuk
melanjutkan hukumanku di penjara dan aku hanya bisa memberikan doa dan
bertaubat memohon ampun atas perbuatanku.