Tuesday, 10 February 2015

Cerpen IBU

Hujan turun tak kunjung berhenti, seakan langitpun ikut berduka. ketika ibu yang teramat aku cintai meninggalkanku karena penyakitnya, beribu – ribu penyesalan yang terus menghantui karena aku tak bisa menjaga dan merawatnya seperti Ibu merawatku ketika masih kecil. penyesalan hanyalah tinggal penyeselan tak bisa merubah seperti semula. Aku harus kembali kebalik jeruji besi yang hanya beralasan dengan kain tipis sisa kenangan yang di berikan oleh Ibu kepadaku sewaktu kost di Jakarta.
Aku kuliah di Universitas terkenal di Jakarta, kota Jakarta yang terkenal dengan kota metropolitan yang amat keras kehidupannya. Ketika aku berpamitan kepada Ibu untuk menuntut ilmu di Jakarta, beliau hanya berpesan “belajar yang rajin dan buatlah Ibu bangga dengan kesuksesanmu”. Dan pada saat itulah untuk terakhir kalinya aku melihatnya. Akupun berangkat dari Sukabumi menuju Jakarta hanya dibekali secukupnya saja, karena aku berasal dari keluarga yang bisa dikatakan kurang mampu, aku mengambil kuliah di Jakarta mendapatkan beasiswa sehingga biaya untuk hidup dan pembayaran untuk kuliah sudah dibayar oleh pemerintah.
Ketikaku sampai di kota metropolitan akupun mencari senior SMA yang sudah terlebih dahulu kuliah di universitas terkenal di Jakarta yang memiliki pengalaman mencari kostan yang murah, setelah mencari kostan akhirnya aku mendapatkan kostan yang murah dan untuk berangkat ke kampus hanya dengan berjalan kaki saja. Setelah selesai membereskan kostan akupun menyiapkan peralatan yang harus digunakan untuk ospek nanti karena aku mahasiswa baru disini. Keesokan harinya, aku berangkat kekampus untuk mengikuti ospek, waktupun terus berjalan dan ketika waktu istirahat aku duduk di kantin, tiba – tiba ada seorang perempuan dan laki - laki yang mendekatiku dan mengajakku berbicara.
Agnes : “ aku boleh duduk di sini ?”
Robi : “boleh kok duduk saja”.
Agnes : “mahasiswa baru jurusan apa ?”
Robi : “aku mahasiwa jurusan teknik sipil, Mahasiswa baru juga ? jurusan apa ?”
Agnes : “gua agnes jurusan bahasa inggris dan ini temen gua agung dia sama jurusannya”
Robi : “oh berarti kita beda fakultas dong”
Agnes : “yoi, boleh minta no hp lo gak ?”
Robi : “buat apa ? boleh saja kok, nih”.
Agnes : “oke,thanks broo, buat tambah – tambah teman saja”.
Setelah lama mengobrol dan makan siang tak terasa waktupun begitu cepat dan ospekpun berlanjut. aku bertujuan setelah ospek langsung pulang kekostan karena merasa badanku butuh istirahat, ketikaku keluar kampus, dibelakangku ada yang memanggil dan ternyata agnes dan agung, mereka mengajakku pergi ketempat nokrong didaerah tidak jauh dari kampus dan aku mengiyakan dan pergi dengan mereka.
Setelah sampai ditempat nokrong, aku lumayan terkejut karena tempat tersebut sekitar 10 orang pemuda sedang berkumpul dan mengobrol sambil merokok, dan agnes memperkenalkanku kepada mereka. Aku hanya mengikuti mereka duduk dan sekedar berbicara karena menurutku tempat ini begitu asing dan tidak lama aku di tawari untuk merokok oleh agnes, pada awalnya aku menolak tetapi agnes memaksaku untuk merokok dan akupun mencobanya.
Pada awalnya aku merasakan sesak dan batuk – batuk namun agnes terus memaksaku dan mengajariku cara merokok yang nikmat dan pada akhirnya akupun ketagihan pada rokok ini dan aku hampir habis satu bungkus dalam satu malam, dan jam menunjukkan pada pukul 00:00 WIB akupun berpamitan untuk pulang kekostan, penyesalanpun tiba “aku pergi jauh dari sukabumi ke Jakarta untuk mencari ilmu bukan untuk bermain – main seperti ini” namun penyesalan ini tak membuat aku jera dan berhenti untuk merokok malah lebih parah lagi.
Keesokan harinya kuliahpun dimulai dan tak terasa kuliah sudah berjalan 2 minggu, ketika malam minggu aku merasa bosan dan tak lama handphoneku berdering, ternyata agnes menelponku.
Agnes : “robi gimana kabar loe sekarang ? sombong banget gak pernah maen ke tempat nokrong lagi”.
Robi : “kabarku baik nes, haha sorry aku sibuk sudah mulai banyak tugas nih”.
Agnes : “gue sama temen – temen mau jalan – jalan nih, lo ikut ya, gue tunggu di depan gang kostan lo. Gak pake lama ya”.
Robi : “tapi nes ?”
Agnes : “udah gak usah pake tapi – tapian cepetan.
Akhirnya aku pergi kedepan gang kostannya, agnes dan teman - temannya sudah menunggu. kitapun pergi ke tempat clabing di daerah Jakarta, aku merasa asing sekali ketika datang ketempat ini, agnes mengajakku untuk menari dan menyuruhku untuk minum – minuman beralkhohol tinggi dan kita mabuk, sehingga pada adzan subuh aku baru pulang kekostan. Ketika sampai dikostan aku bukan bertaubat tapi malah merokok, pada saat itu bukan seperti aku yang ku kenal, aku sangat membenci diriku. Aku tak mengingat Ibuku yang berjuang mencari seperak dua perak recehan untuk biaya hidupku disini, karena beasiswa untuk biaya hidup tidak mencukupi sepenuhnya.
Keesokan harinya sebelum berangkat ke kampus Ibu kostanku menegur dan menagih uang kostan kepadaku karena aku sudah menunggak dua bulan dan uang beasiswapun tidak kunjung turun, Ibupun menelpon tidak bisa mengirim uang bulan ini karena kondisi Ibu sedang kurang baik, ketika aku mendengar kabar tersebut aku ingin pulang dan merawatnya tetapi aku tak mempunyai uang untuk biaya ongkos kesana, akupun mencoba menghubungi seniorku yang membantu mencari kostan untuk membantuku meminjamkan uang dan membantuku mencari pekerjaan, tetapi ia tak bisa membantuku. Satu – satunya jalan aku harus menghubungi agnes, ketikaku sampai di kampus, kebetulan aku bertemu dengan agnes dan aku menjelaskan keadaanku sekarang dan agnes bersedia memberikanku pekerjaan tetapi aku curiga dengan agnes karena ia menyuruhku untuk menjual obat yang tidak aku ketahui ke orang yang ada di tempat clabing dan keuntungannya sangatlah besar sehingga aku mengiyakan tawaran agnes dan  tidak menanyakan obat apa yang aku jual karena aku begitu tergiur dan bersemangat dengan tawaran agnes.
Ketika malam aku pergi ketempat clabing dan menjual obat tersebut dan pada saat itu pula tiba - tiba polisi datang dan menangkapku, aku benar – benar kaget dan mencoba menjelaskan  kepada polisi tetapi polisi hanya berbicara “nanti saja jelaskan di kantor polisi”
Ketika sampai di kantor polisi aku diwawancara oleh polisi, mungkin karena aku masih polos, ya aku jawab seadanya dan aku terbukti sedang menjual barang haram yang disebut narkoba, akupun di penjara dan jatuhi hukuman 10 tahun penjara. Tidak ada yang mengetahui keberadaanku saat ini hanya senior SMA, beliau juga slalu memberikan kabar tentang Ibu di kampung dan menjelaskan ke Ibu bahwa aku baik – baik saja.

Namun tiba – tiba seniorku menjengukku di penjara dan memberikan kabar buruk bahwa Ibuku sedang koma di rumah sakit, aku mencoba meminta kepada polisi agar aku bisa menjenguk dan melihat ibuku untuk yang terakhir kalinya, dan pihak polisi memberikan ijin kepadaku dengan catatan menggunakan mobil polisi dan diantarkan oleh pihak kepolisian. Ketika aku sampai di rumah sakit di Sukabumi aku langsung masuk keruang ICU dengan menggunakan baju tahanan dan seketika aku menangis dan memeluk Ibu yang dengan keadaan kaku, lubang hidung yang dimasukkan selang dan kabel – kabel yang melilit di tubuhnya. Aku tersontak kaget melihat Ibu satu – satunya orang tua yang aku sayangi harus terbujur kaku di Rumah sakit, saudara – saudaraku melihatku seperti tidak menganggapku seperti saudara mereka bahkan seperti menganggapku orang yang tidak mereka kenal, aku hanya terus menangis, memohon ampun kepada Ibu dan mencium telapak kakinya, ketika ku melihat kedua matanya mengeluarkan air mata kemudian tidak lama ibupun meninggalkanku untuk selamanya. Aku sangat menyesal dengan perbuatanku ini, aku tidak bisa memegang amanahmu Ibu. Setelah selesai memakamkan Ibu aku kembali ke Jakarta unutuk melanjutkan hukumanku di penjara dan aku hanya bisa memberikan doa dan bertaubat memohon ampun atas perbuatanku.